Kewalian Dalam Dunia Tasawuf
WHAT'S NEW?
Loading...
Qawaid al-Kulliyah
Dengan mempertimbangkan hukum positif yang
berlaku serta adat kebiasaan yang dianut masyarakat dan hasil kajian
historis-sosiologis maka perlu sekali dikembangkan konsep-konsep hukum yang
Islami yang bersumberkan pada al-Qur’an, hadits Rasulullah yang shahih sebagai
sumber naqli ilmu pengetahuan hukum, sebagai sumber ijtihadi serta hasil
musyawarah dari para ahlinya. Bagi kita yang sekarang sedang melaksanakan
pembangunan, maka pengkajian konsep Islam tentang tata hukum dan perkembangan
fiqih akan dapat memberikan bahan masukan dapat menghadapi tantangan masa depan
pembangunan termasuk dampak negatif dalam bidang kemasyarakatan yang
menyertainya.
Ilmu I’jazul Qur’an
Allah telah
menganugerahkan kepada manusia berbagai keistimewaan dan kelebihan, serta
memberinya kekuatan pikiran cemerlang, yang dapat menembus segala medan untuk menundukkan
unsur-unsur kekuatan alam tersebut dan menjadikannya sebagai pelayan bagi
kepentingan kemanusiaan.
Allah sama sekali
tidak menelantarkan manusia, tanpa memberi kepadanya sebersit wahyu dari waktu
ke waktu, yang membimbingnya ke jalan petunjuk, sehingga mereka dapat menempuh
liku-liku hidup dan kehidupan ini atas dasar keterangan dan pengetahuan. Namun
mengingat akal manusia pada awal fase perkembangannya tidak melihat sesuatu
yang lebih dapat menarik hati selain mukjizat-mukjizat alamiah yang hissi
(indrawi), karena akal mereka belum mencapai puncak ketinggian dalam bidang
pengetahuan dan pemikiran.
Allah telah menentukan
keabadian mukjizat Islam, sehingga kemampuan manusia menjadi tak berdaya
menandinginya, pembicaraan tentang kemukjizatan al-Qur’an juga merupakan satu
macam mukjizat tersendiri, dengan demikian marilah kita belajar mengenai
i’jazul Qur’an berikut ini.
Al-Ghazali
nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali.
Ia lahir di Thus pada tahun 450 H (1034 M), dan meninggal dunia pada
tahun 550 H (1111 M). Ia kemudian dikenal dengan julukan Hujjatul
Islam. Julukan ini didasarkan pada keluasan ilmu dan amalnya, serta
hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan dalam
mempertahankan ajaran agama dari berbagai serangan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam Islam sendiri.
Di masa remajanya beliau di Thus, beliau belajar fiqih dari Syaikh Ahmad ar-Razkani, kemudian meneruskan pelajarannya di Jurjan. Di sana beliau berguru pada Syaikh Imam Abu Nasir Ismail. Kemudian beliau kembali ke Thus. Selama tiga tahun beliau tinggal di Thus untuk merenung, berpikir dan menghafalkan semua pelajaran yang didapatnya dari Jurjan.
Kemudian beliau pergi ke Naisabur, disana beliau berguru kepada Imamul Haramain hingga beliau menguasai benar-benar baik fiqih asy-Syafi’i, mengetahui perbedaan pendapat, perdebatan, ushuluddin, ushul fiqih, ilmu mantiq, ilmu hikmah dan filsafat.
Dalam bidang tasawuf al-Ghazali membawa faham al-Ma’rifah. Namun faham al-ma’rifahnya ini berbeda dengan al-ma’rifah yang dibawa oleh Zunnun al-Misri, dan karena jasa al-Ghazali lah tasawuf dapat diterima dikalangan ahli syari’at.
Di masa remajanya beliau di Thus, beliau belajar fiqih dari Syaikh Ahmad ar-Razkani, kemudian meneruskan pelajarannya di Jurjan. Di sana beliau berguru pada Syaikh Imam Abu Nasir Ismail. Kemudian beliau kembali ke Thus. Selama tiga tahun beliau tinggal di Thus untuk merenung, berpikir dan menghafalkan semua pelajaran yang didapatnya dari Jurjan.
Kemudian beliau pergi ke Naisabur, disana beliau berguru kepada Imamul Haramain hingga beliau menguasai benar-benar baik fiqih asy-Syafi’i, mengetahui perbedaan pendapat, perdebatan, ushuluddin, ushul fiqih, ilmu mantiq, ilmu hikmah dan filsafat.
Dalam bidang tasawuf al-Ghazali membawa faham al-Ma’rifah. Namun faham al-ma’rifahnya ini berbeda dengan al-ma’rifah yang dibawa oleh Zunnun al-Misri, dan karena jasa al-Ghazali lah tasawuf dapat diterima dikalangan ahli syari’at.
Bagaimana Menyusun Proposal Penelitian?
Pendahuluan
Salah satu kesulitan yang dialami mahasiswa di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh baik S1 maupun Pascasarjana yang hendak menyelesaikan pendidikannya adalah membuat karya akhir (dikenal dengan Skripsi untuk S1 dan Thesis untuk S2). Maka tidak heran kalau banyak mahasiswa yang mampu menyelesaikan matakuliah tepat waktu (3,5 tahun) namun butuh waktu yang sama untuk menulis “enampuluhan halaman dua spasi” untuk skripsi atau thesis. Terlihat mereka stress dengan “sulitnya” menyusun karya ilmiah yang satu ini. Sehingga tidak jarang kalau ada di antara mahasiswa “nakal” yang mengupah membuat karya akhir kepada orang lain agar ia terbebas dari kesulitan tersebut.
Salah satu kesulitan yang dialami mahasiswa di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh baik S1 maupun Pascasarjana yang hendak menyelesaikan pendidikannya adalah membuat karya akhir (dikenal dengan Skripsi untuk S1 dan Thesis untuk S2). Maka tidak heran kalau banyak mahasiswa yang mampu menyelesaikan matakuliah tepat waktu (3,5 tahun) namun butuh waktu yang sama untuk menulis “enampuluhan halaman dua spasi” untuk skripsi atau thesis. Terlihat mereka stress dengan “sulitnya” menyusun karya ilmiah yang satu ini. Sehingga tidak jarang kalau ada di antara mahasiswa “nakal” yang mengupah membuat karya akhir kepada orang lain agar ia terbebas dari kesulitan tersebut.
Kesulitan melakukan
penelitian bukan hanya pada praktik penelitian itu sendiri, namun dimulai sejak
mengidentifikasi masalah penelitian dan membuat proposal penelitian yang baik.
Dalam pergaulan sehari-hari sering terdengar ungkapan: “bi masalah ile
saboh” (berikan saya satu masalah penelitian). Hal ini terjadi karena
begitu sulit bagi mereka untuk merumuskan masalah penelitian. Masalah
penelitian dianggap menjadi beban besar dan berat sehingga membuat mereka tidak
mampu melanjutkan ke tahapan perikutnya yakni menyusun proposal penelitian.
Padahal, tanpa masalah penelitian, maka penelitian tidak akan pernah ada.
Dalam tulisan ini
saya mencoba memaparkan secara ringkas bagaimana menyusun sebuah proposal
penelitian. Proposal penelitian merupakan langkah awal dari tahapan panjang
penelitian yang akan dilakukan mahasiswa dalam melakukan penelitian. Semua
mahasiswa yang akan menyelesaikan pendidikannya pasti akan berhadapan dengan
tahapan menyusun proposal penelitian. Proposal ini yang nantinya akan dinilai
oleh sebuah tim dan akan direkomendasikan untuk dilakukan penelitian oleh
mashaiswa yang bersangkutan. Dalam makalah ini saya akan masukkan beberapa tips
(dari pengalaman selama ini) yang mudah-mudahan bisa diikuti oleh para
mashasiswa dalam mendapatkan masalah dan lalu merumuskannya menjadi sebuah
masalah penelitian. Dalam penelitian dikenal sebuah ungkapan, “proposal yang
baik adalah setengah dari penelitian.” Semakin baik proposal anda, maka
penelitian yang akan anda lakukan juga akan semakin mudah sehingga dapat
selesai tepat waktu dan mendapatkan hasil sebagaimana anda harapakan.
PERTAMA : QADAR
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari
qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan
(qa-dran). [1]
Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih
yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah:
akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya.
Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari
at-taqdiir.” [2]
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’
(kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa
Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara
.
Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu.
Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. [3]
Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua
makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki
oleh hikmah-Nya. [4]
Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan,
dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa
Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan
terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali. Allah Subhanahu wa Ta’ala
pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu
sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat ter-tentu pula,
maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya.
[5]
Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu,
kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.