Ilmu Tauhid ini
telah melalui beberapa masa, yaitu :
a. Masa Rasulullah
b. Masa
Khulafaur-Rasyidin
c. Masa Bani
Umaiyah
d. Masa Bani
Abbasiyah
e. Masa sesudah
Bani Abbasiyah
KETERANGAN SINGKAT
a. Masa Rasulullah
. ( dari tahun I kenabian s/d 10 H)
Pada
masa rasulullah , ilmu Tauhid belum berdiri sendiri dari ajaran Islam , ia
masih sederhana dalam bentuk Rukun Iman, hanya tergambar dalam kehidupan umat,
“ Tauhidul Aqidah, Ittihadul Ummah “ yang telah menjadi satu komponen yang
utuh, sebab umat pada masa itu , faham betul tentang wahyu dan Sabda Nabi,
dengan Lailaha Illallah, sebagai ‘aqidah , syari’ah dan manhaj hayahnya
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Dengan memperhatikan semangat syariat islam, maka di antara
pengertian itu ada yang kurang tepat. Islam tidak mengharuskan manusia menolak
kesenangan sama sekali dan tidak mengharuskan hidup menderita. Apabila nikmat
itu diberikan oleh Allah maka hendaknya diterima dengan segala kesyukuran,
tidak rakus dan tidak meremehkannya.
Zuhud adalah hikmah pemahaman yang membuat para kita mempunyai
pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana tetap bekerja dan berusaha
akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati serta
tidak membuat mengingkari Allah. Zuhud ditimba dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan
para sahabatnya.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting
dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud
lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi dari pada mengejar
kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari
isyarat Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut: “Katakanlah kesenangan dunia
hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan
kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (Qs. An-Nisa’: 77)
Dengan zuhud mereka tidak diperbudak oleh harta, kekuasaan
ataupun hawa nafsu. Sehingga dengan begitu mereka bisa mewujudkan keadilan
sosial dalam bentuknya yang luhur. Karena itu zuhud adalah suatu metode
kehidupan dan tonggak-tonggaknya adalah mengurangi nikmat kelezatan hidup dan
berpaling dari keterpesonaan terhadap kelezatan itu.
B.Rumusan
Masalah
1.Apakah Yang Dimaksud
Dengan Zuhud?
2.Bagaimana Tanda-Tanda
OrangZuhud?
PEMIKIRAN PROF. DR. HARUN NASUTION
A. Pendahuluan
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran
rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional
berkembang pada Zaman Klasik Islam, sedangkan pemikiran tradisional berkembang
pada Zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi
tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti terdapat dalam AI-Quran dan
hadits.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani ini
melahirkan pemikiran rasional di kalangan ulama Islam Zaman Klasik.
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memegang kedua pundakku dan bersabda: Hiduplah
di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang lewat. Ibnu
Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Jika engkau memasuki waktu sore maka
janganlah menunggu pagi; dan jika engkau memasuki waktu pagi janganlah menunggu
waktu sore; ambillah kesempatan dari masa sehatmu untuk masa sakitmu dan dari
masa hidupmu untuk matimu. (R.Bukhari)
Sahal Ibnu Sa'ad Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada
seseorang menghadap Nabi Sholollohualaihi Wassalam dan berkata: Tunjukkan
kepadaku suatu perbuatan yang bila aku melakukannya aku dicintai Allah dan manusia.
Beliau bersabda: Zuhudlah dari dunia Allah akan mencintaimu dan Zuhudlah dari
apa yang dimiliki orang mereka akan mencintaimu. (Riwayat Ibnu Majah dan sanad
hasan)
"Wahai Saudaraku Kalian Tidak Bisa Mendapatkan
Ilmu Kecuali Dengan 6 Syarat Yang Akan Saya Beri tahukan" Dengan
Kecerdasan, Dengan Semangat , Dengan Bersungguh-sungguh , Dengan Memiliki bekal
(biaya), Dengan Bersama guru dan , Dengan Waktu yang lama, (Imam Syafi'i
Rahimahullah)
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk, (Qs.2: 45)
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. 2:155).
Ayat
ini berbicara tentang adanya cobaan yang akan dialami oleh kaum Muslimin,
ketika manusia sedang diuji oleh Allah SWT, seringkali ia merasa seolah-olah
ujian yang diterimanya itu sangat berat. Seolah-olah tidak ada yang lebih berat
cobaannya selain yang terjadi pada dirinya. Untuk menghilangkan persepsi semacam
ini, ketika Allah memberika ujian kepada seorng mukmin, Allah SWT menggunakan
lafadz “bisyai-in” yang artinya sedikit.