header ads
WHAT'S NEW?
Loading...
BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Syarat bagi pelaku rukun Islam, di dalam hatinya harus terdapat iman terlebih dahulu. Bila tidak ada iman, akan sia-sia perbuatannya, jadi sebelum melakukan rukun Islam, seseorang harus memenuhi rukun iman terlebih dahulu. Dengan analisa ini, seorang mukmin mesti muslim, tetapi seorang muslim belum mesti mukmin. Dalam hal ini agaknya pengertian dari Islam adalah perbuatan dan amal saleh.
Ungkapan Al-Juwaini yang mengatakan, bahwa iman pasti islam, tetapi Islam tidak mesti iman. Agaknya tinjauannya di sini dari segi bahasa. Iman menurut bahasa adalah pembenaran, sedangkan Islam artinya penyerahan diri. Orang yang menyerahkan diri belum mesti membenarkan adanya Tuhan, seperti kafir zimmi yang menyerahkan diri kepada orang Islam di zaman Nabi. Sedangkan orang yang membenarkan Tuhan mesti menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan yang dibenarkannya. Dengan begitu, orang mukmin mesti muslim, sedangkan orang muslim belum mesti mukmin.[1]

Ilmu Tauhid ini telah melalui beberapa masa, yaitu :
a. Masa Rasulullah
b. Masa Khulafaur-Rasyidin
c. Masa Bani Umaiyah
d. Masa Bani Abbasiyah
e. Masa sesudah Bani Abbasiyah

KETERANGAN SINGKAT
a. Masa Rasulullah . ( dari tahun I kenabian s/d 10 H)
Pada masa rasulullah , ilmu Tauhid belum berdiri sendiri dari ajaran Islam , ia masih sederhana dalam bentuk Rukun Iman, hanya tergambar dalam kehidupan umat, “ Tauhidul Aqidah, Ittihadul Ummah “ yang telah menjadi satu komponen yang utuh, sebab umat pada masa itu , faham betul tentang wahyu dan Sabda Nabi, dengan Lailaha Illallah, sebagai ‘aqidah , syari’ah dan manhaj hayahnya

BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Dengan memperhatikan semangat syariat islam, maka di antara pengertian itu ada yang kurang tepat. Islam tidak mengharuskan manusia menolak kesenangan sama sekali dan tidak mengharuskan hidup menderita. Apabila nikmat itu diberikan oleh Allah maka hendaknya diterima dengan segala kesyukuran, tidak rakus dan tidak meremehkannya.
Zuhud adalah hikmah pemahaman yang membuat para kita mempunyai pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana tetap bekerja dan berusaha akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati serta tidak membuat mengingkari Allah. Zuhud ditimba dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan para sahabatnya.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi dari pada mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut: “Katakanlah kesenangan dunia hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (Qs. An-Nisa’: 77)
Dengan zuhud mereka tidak diperbudak oleh harta, kekuasaan ataupun hawa nafsu. Sehingga dengan begitu mereka bisa mewujudkan keadilan sosial dalam bentuknya yang luhur. Karena itu zuhud adalah suatu metode kehidupan dan tonggak-tonggaknya adalah mengurangi nikmat kelezatan hidup dan berpaling dari keterpesonaan terhadap kelezatan itu.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Yang Dimaksud Dengan Zuhud?
2.      Bagaimana Tanda-Tanda Orang  Zuhud?

PEMIKIRAN PROF. DR. HARUN NASUTION
A. Pendahuluan
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional, tetapi kemudian berkembang pemikiran tradisional. Pemikiran rasional berkem­bang pada Zaman Klasik Islam, sedangkan pemikiran tradisional berkembang pada Zaman Pertengahan Islam (1250-1800 M).
Pemikiran rasional dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana ting­ginya kedudukan akal seperti terdapat dalam AI-Quran dan hadits.
Pertemuan Islam dan peradaban Yunani ini melahirkan pemikiran rasional di kalangan ulama Islam Zaman Klasik.



وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبِي فَقَالَ: ( كُنْ فِي اَلدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ ) وَكَانَ اِبْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ اَلصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ اَلْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِسَقَمِك وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memegang kedua pundakku dan bersabda: Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang lewat. Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Jika engkau memasuki waktu sore maka janganlah menunggu pagi; dan jika engkau memasuki waktu pagi janganlah menunggu waktu sore; ambillah kesempatan dari masa sehatmu untuk masa sakitmu dan dari masa hidupmu untuk matimu. (R.Bukhari)

وَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اَللَّهُ وَأَحَبَّنِي اَلنَّاسُ. فـقَالَ: اِزْهَدْ فِي اَلدُّنْيَا يُحِبُّكَ اَللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ اَلنَّاسِ يُحِبُّكَ اَلنَّاسُ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه وَسَنَدُهُ حَسَنٌ
Sahal Ibnu Sa'ad Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seseorang menghadap Nabi Sholollohualaihi Wassalam dan berkata: Tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang bila aku melakukannya aku dicintai Allah dan manusia. Beliau bersabda: Zuhudlah dari dunia Allah akan mencintaimu dan Zuhudlah dari apa yang dimiliki orang mereka akan mencintaimu. (Riwayat Ibnu Majah dan sanad hasan)

أَخِي لَنْ تَنَالَ العِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنْبِيْكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٌ وَحِرْصٌ وَاجْتِهَادٌ وَدِرْهَمٌ وَصُحْبَةُ أُسْتَاذٍ وَطُوْلُ زَمَانٍ
"Wahai Saudaraku Kalian Tidak Bisa Mendapatkan Ilmu Kecuali Dengan 6 Syarat Yang Akan Saya Beri tahukan" Dengan Kecerdasan, Dengan Semangat , Dengan Bersungguh-sungguh , Dengan Memiliki bekal (biaya), Dengan Bersama guru dan , Dengan Waktu yang lama, (Imam Syafi'i Rahimahullah)


وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Qs.2: 45)