header ads
WHAT'S NEW?
Loading...

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT sebagai pujian yang layak bagi Zat-Nya yang mulia atas selesainya kitab ini saya tulis. Salawat dan salam atas Rasullah SAW, penghulu segala Nabi dan Rasul, penutup para Nabi yang mana syafaatnya begitu diharapkan pada hari Akhirat kelak.
Terima kasih  kepada  dosen pembimbing  yang telah banyak memberi arahan dalam  penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun semangat penulis sangat mengharapkan  demi kesempurnaan penulisan yang akan datang.
Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim meridai semua amal baik kita, dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.
Mungkin kita pernah mendengar Julukan yang diberikan Rasulullah kepada Sayyidina Ali sebagai Pintu Ilmu (babul ’ilmi). Dan Rasulullah berkata ”Aku adalah Kota Ilmu, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah gerbangnya”
Pernyataan Rasulullah ini menimbulkan perasaan iri kaum Khawarij terhadap Sayyidina Ali, Dikisahkan mereka menguji Sayyidina Ali.
Sayyidina Ali akan diajukan pertanyaan yang sama oleh 10 orang dari mereka. Tapi Ali harus menjawab dengan 10 jawaban yang berbeda.
Mereka bertanya : ”Wahai Ali, Istimewa manakah antara Ilmu dan Harta?
Dan Ali menjawab kepada :
Orang pertama : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu adalah warisan para nabi, Sedangkan harta adalah warisan Qorun, Haman dan Fir’aun.
Orang kedua : Ilmu lebih istimewa daripada Harta, Sebab Ilmu selalu menjagamu, Sedangkan engkau harus menjaga harta milikmu.

Surah Al Baqarah 183
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Tafsir / DEPAG / Surah Al Baqarah 183
Ash-Shaum menurut istilah dalam syariat Islam ialah menahan diri dari segala macam makanan, minuman dan bersenggama dengan wanita, mulai dari terbit fajar sidiq (subuh) sampai terbenam matahari (magrib) dengan niat dan syarat-syarat yang tertentu (sebagaimana terperinci dalam kitab-kitab fikih).
Para ulama banyak memberikan uraian tentang hikmah berpuasa, misalnya: untuk mempertinggi budi pekerti, menimbulkan kesadaran dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin, orang-orang lemah yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, melatih jiwa dan jasmani, menambah kesehatan dan lain sebagainya.
Menahan marah bukan pekerjaan gampang, sangat sulit untuk melakukannya. Ketika ada orang bikin gara-gara yang memancing emosi kita, barangkali darah kita langsung naik ke ubun-ubun, tangan sudah gemetar mau memukul, sumpah serapah sudah berada di ujung lidah tinggal menumpahkan saja, tapi jika saat itu kita mampu menahannya, maka bersyukurlah, karena kita termasuk orang yang kuat.

Cara-cara meredam atau mengendalikan kemarahan:

1. Membaca Ta'awwudz. Rasulullah bersabda Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk (H.R. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu. Rasulullah bersabda Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah (H.R. Abud Dawud).

3. Duduk. Dalam sebuah hadist dikatakanKalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah (H.R. Abu Dawud).

4. Diam. Dalam sebuah hadist dikatakan Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah (H.R. Ahmad).

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuahhadist dikatakan Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud). (H.R. Tirmidzi)
Qadar yaitu ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap makhluk-Nya, sesuai dengan ilmu dan hikmah yang dikehendak-Nya.

UNSUR-UNSUR IMAN KEPADA TAKDIR
Beriman terhadap qadar atau takdir mengandung empat unsur:

Pertama
Beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu secara rinci dan global sejak zaman dulu dan azali, baik yang berhubungan dengan pekerjaan Dzat-Nya maupun hamba-Nya.

Kedua
Beriman bahwa Allah menulis semua ketentuan (qadar) tersebut di Lauh Mahfuzh.

Untuk dua hal ini Allah berfirman,
''Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikaan itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.'' (Al-Hajj: 70).
1. Kecerdasan
Ada 3 ragam kecerdasan yang selama ini diperkenalkan, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).
IQ atau kecerdasan intelektual adalah suatu kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah strategi maupun masalah logika, dan pengukuran IQ ini diawali oleh Sir Francis Galton yang merupakan sepupu dari Charles Darwin. Menurut Galton, kecerdasan itu merupakan hasil evolusi. Menurut Galton, kecerdasan seseorang itu dipengaruhi oleh status sosial orang-orang yang mempunyai status sosial yang lebih tinggi dianggap memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang berasal dari status sosial yang lebih rendah, tetapi usaha yang dilakukan Galton ternyata gagal.
Pada tahun 1904, seorang ilmuwan Perancis Alfred Binet juga meneliti tentang taraf kecerdasan manusia. Binet bersama Theodore Simon beranggapan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan memecahkan persoalan yang dipengaruhi oleh usia seseorang dan usia mental.[1]