header ads
WHAT'S NEW?
Loading...

KAJIAN TAUHID TENTANG HUKUM ADAT


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT sebagai pujian yang layak bagi Zat-Nya yang mulia atas selesainya kitab ini saya tulis. Salawat dan salam atas Rasullah SAW, penghulu segala Nabi dan Rasul, penutup para Nabi yang mana syafaatnya begitu diharapkan pada hari Akhirat kelak.
Terima kasih  kepada  dosen pembimbing  yang telah banyak memberi arahan dalam  penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu  kritik dan saran yang membangun semangat penulis sangat mengharapkan  demi kesempurnaan penulisan yang akan datang.
Kami menyadari makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim meridai semua amal baik kita, dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.


Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
Bab   I.  Pendahuluan.................................................................................................. 1
Bab  II. Pembahasan................................................................................................... 2
A.     Definisi Hukum Adat................................................................................. 2
B.     Pembagian Hukum Adat........................................................................... 3
Bab III. Penutup......................................................................................................... 6
A.     Kesimpulan............................................................................................... 6
Daftar Pustaka............................................................................................................ 7


BAB I
PENDAHULUAN

Aqidah Tauhid merupakan pokok Diinul Islam, di mana tugas utama semua Nabi dan Rasul adalah menyampaikan Aqidah Tauhid, menegakkannya, serta mendidik umat di atas fondasi ini. Umat yang kuat aqidahnya akan terbebas dari semua perbudakan dan belenggu keyakinan yang menghalangi kemajuan berpikir dan produktivitas amal saleh. Aqidah kuat yang menghunjam di hati akan melahirkan buah cinta, takut dan harapan serta ketundukan yang tinggi terhadap Allah, dan ikatan hati yang kuat sesama kaum mukminin, serta semangat beramal saleh.
Hukum artinya adalah Sekumpulan Peraturan yang menetapkan suatu Perbuatan. Dan melarang suatu Perbuatan. Sebab apabila terlanggar salah satu dari Hukum Peraturan tersebut. Maka akan dikenakan Sanksi, atau diambil tindakan oleh Undang-undang yang tertera dan di dalam peraturan itu sendiri.
Hukum yang wajib diketahui oleh mukallaf supaya dapat memahami ilmu tauhid dengan benar dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu Hukum Aqli, Hukum Syar’i dan Hukum ‘Adi (adat). Namun Pada kesempatan ini kami hanya akan membahas tentang hukum ‘adi (adat) saja.


BAB II
PEMBAHASAN

HUKUM ADAT
A.     Definisi Hukum ’Adi (Adat)
Hukum adat adalah menetapkan keterkaitan suatu perkara atas suatu perkara lainnya atau menafikannya karena disebabkan kejadiannya berulang-ulang (sudah biasa) seperti itu dengan sah berbeda dan tidak ada hubungan salah satu dengan yang lainnya.
Ketetapan hukum ‘Adat menjadi landasan hukum Syara’ maka ketentuan-ketentuannya wajib dihormati, seperti merokok akan menimbulkan penyakit kanker hati maka sebaiknya tidak merokok, atau apabila terlalu banyak makan sambal akan menimbulkan sakit perut maka janganlah terlalu sering makan sambal dan lain sebagainya.
Firman Allah dalam Qs. ar-Ra’d ayat 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Firman Allah yang menunjukkan kepada Syari’at dan hakikat, di dalam pengamalannya bagi kita sebagai ummat Islam adalah : Firman Allah yang menunjukkan kepada ‘Adat adalah untuk dijadikan landasan ‘amal dan pembicaraan, sedangkan firman Allah yang menunjukkan kepada hakikat adalah untuk di ‘itikadkan sebagai landasan tawakal, sabar dan syukur kepada Allah SWT.
Sepanjang Allah masih menyelenggarakan hukum ‘Adat maka ketentuan hukum ‘Adat harus dihormat (dilakukan), namun apabila Allah tidak menyelenggarakan hukum ‘Adat, Allah tidak mentaklif untuk menjalankan ketetapan hukum’Adat, melainkan memerintahkan untuk bertawakal (berserah diri) secara penuh kepada Allah SWT. Diserta dengan shobar dan bersyukur.
Sebagaimana peristiwa yang menimpa kepada Nabi Ibrahim AS, ketika akan dibakar oleh raja Namrud. Di hadapan Nabi Ibrahim tidak nampak lagi perjalanan Syare’at (hukum ‘Adat) untuk dapat menghindari dari kedzaliman raja Namrud. Di sa’at seperti ini Nabi Ibrahim AS. Berserah diri secara bulat kepada Allah (Tawakal), di hatinya berkeyakinan bahwa api tidak mempunyai kemampuan sedikitpun untuk menciptakan hangus dan panas, hanya Allah lah yang mampu mewujudkan suatu perkara. Maka disa’at situasi dan kondisi Nabi Ibrahim yang demikian itu, datanglah pertolongan dari Allah, dimana ketentuan hukum ‘Adat menjadi sanggat bertolak belakang, api bukannya merasa panas melainkan menjadi dingin yang menggigil, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat 21, al-Anbiya ayat 69 :
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ

Artinya :
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim",

B.     Pembagian Hukum Adat ada empat macam, yaitu :
  1. Keterkaitan adanya suatu perkara dengan adanya suatu perkara
(Ada dengan Ada)
Misalnya:
·        Terasa kenyang dengan Adanya makanan dalam Perut,
·        Merasa asa pusing Berhubung Adanya penyakit di kepala.
  1. Keterkaitan tidak adanya suatu perkara dengan tidak adanya suatu perkara (Tiada dengan Tiada)
Misalnya:
·        ketiadaan suatu hal berhubung dengan ketiadaan suatu hal yang lain”, seperti : Tidak ada rasa kenyang, Berhubung dengan Tidak ada makanan di dalam perut”
  1. Keterkaitan adanya suatu perkara dengan tidak adanya sutu perkara (Ada dengan Tiada)
Misalnya :
    • Ada makan, Tetapi Tiada terasa kenyang.
    • Ada Mendung, Tetapi Tiada Hujan.
    • Ada dibakar, Tetapi Tiada hangus.
  1. Keterkaitan tidak adanya suatu perkara dengan adanya suatu perkara (Tiada dengan Ada)
Misalnya:
·        Tiada makan, Tetapi Ada terasa kenyang.
·        Tiada Mendung, Tetapi Ada turun Hujan.
·        Tiada dibakar, Tetapi Ada terlihat hangus.

Ini menjadi suatu ilmu serta bisa memudahkan untuk menelusuri ilmu Tauhid. Sehingga menumbuhkan rasa Haqqul Yaqin kepada Allah SWT. Dan perlu kita perhatikan, karena seringnya kita lihat Adat Api adalah Membakar, Adat Air adalah Membasahi, Adat Angin adalah Bertiup dingin, Adat Bumi adalah Memberi tempat tumbuh segala tumbuhan. Namun nyata memberi bekas kepada makhluq.
Lalu lihat pertumbuhan manusia terdiri dari Saripati Tanah, Saripati Air, Saripati Api, Saripati Angin. Dua sifat yang berlawanan, karena sifat Air berlawanan dengan sifat Api. Dan sifat Angin di atas. Namun sifat Bumi di bawah. Ke-empat unsur yang berlawanan. Namun Allah sanggup menyatukan mereka di dalam satu wadah.
Dalam satu riwayat pada suatu hari Imam Syafi’i sedang melakukan perjalanan dengan mengendarai unta. Di tengah perjalanan beliau berpapasan dengan seorang anak muda. Anak muda itu lalu berkata, “Assalaamu ’alaikum ya Syeikh !” Imam Syafi’i menjawab, “Wa ’alaikum salam ya fattah !” Anak muda itu bertanya, “Wahai Syeikh, berapa kaki untamu ?” Imam Syafi’i lalu turun dari untanya, melihat ke bawah dan menghitung kaki untanya lalu menjawab, “Empat”. Demikianlah kaki unta ada empat adalah ’adat yang dapat saja berubah bila Allah menghendaki.


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Hukum adat adalah Menetapkan suatu perkara (sebab) kepada perkara yang lain (musabbab) atau meniadakan suatu perkara dari perkara yang lain dengan melalui suatu analisa dari sering terjadi.

Hukum adat terbagi atas empat perkara, yaitu :
a.           Keterkaitan adanya suatu perkara dengan adanya suatu perkara seperti adanya kenyang dengan adanya makan. (hubungan ada dengan ada)
b.          Keterkaitan tidak adanya suatu perkara dengan tidak adanya suatu perkara seperti tidak adanya kenyang dengan tidak adanya makan. (hubungan tiada dengan tiada)
c.           Keterkaitan adanya suatu perkara dengan tidak adanya sutu perkara seperti adanya dingin dengan tidak adanya baju. (hubungan ada dengan tiada)
a.           Keterkaitan tidak adanya suatu perkara dengan adanya suatu perkara seperti tidak hangus dengan adanya air yang menyiram. (hubungan tiada dengan ada)


DAFTAR PUSTAKA

Habib Utsman bi Abdullah bin ‘Aqil Bin Yahya, Kitab Sifat Dua Puluh, Banda Aceh: Putra Aceh Sejati, 1324H/1906M
Kamarul Shukri Mohd. Teh, Pengantar Ilmu Tauhid (Buku digital), Kuala Lumpur: Yeochprinco sdn. Bhd, 2008

0 komentar: