Zuhud sering diartikan oleh banyak orang sebagai ungkapan atau refleksi
sikap yang anti dunia bahkan menjauh dari dunia itu sendiri, sehingga
menimbulkan kesan seakan-akan bahwa seseorang yang sedang belajar
untuk mempunyai sikap zuhud ini harus mengosongkan diri dari segala hal yang
berbau keduniawian, kesan selanjutnya bahwa ia harus menjadi seorang yang
miskin, berpakaian lusuh, compang-camping, penuh tambalan dan sebagainya.
Dalam agama Islam, zuhud merupakan inti dari ajaran tasawuf. Pemahaman
zuhud bukanlah hidup membenci dunia dan mengisolir diri dari keramaian dengan
mengabaikan kewajiban menafkahi keluarga. Zuhud bukan berarti mengharamkan yang
halal dan bukan pula dengan membuang harta. Zuhud dalam pengertian yang benar
adalah menekan hasrat dan menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk mencapai
kesenangan akherat. Zuhud terhadap dunia berarti lebih yakin dan percaya apa
yang ada di tangan Allah dari pada apa yang ada di tangan manusia.
Zuhud adalah menekan hasrat dan menjauhkan diri dari kesenangan dunia
untuk mencapai kesenangan akhirat. Menurut Imam al-Ghazali, ada tiga cara agar
kita zuhud, yaitu:
1.
Memaksa diri untuk
mengendalikan hawa nafsu.
2.
Sukarela
meninggalkan pesona dunia karena dianggap kurang penting.
3.
Tidak memaksa zuhud
sebagai beban, karena dunia dipandang bukan apa-apa bagi dirinya.
Sementara itu, Ibrahim bin Adham pernah ditanya oleh seorang laki-laki
tentang bagaimana cara engkau mencapai derajat orang zuhud. Ibrahim menjawab:
1.
Melihat kuburan itu
sunyi dan menakutkan, sedangkan aku tidak menemukan orang yang dapat menentramkan
hatiku di sana.
2.
Aku melihat
perjalanan ke akhirat sangat jauh, sedangkan aku tidak memiliki cukup bekal.
3.
Aku melihat Rabb
Yang Maha Kuasa menetapkan satu keputusan atasku sedang aku tidak mempunyai
alasan untuk menolak keputusan itu.
Banyak firman Allah dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan dan
anjuran Zuhud. Allah swt.
berfirman dalam QS.
Al-Kahfi ayat 45-46:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَّثَلَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنْزَلْنَاهُ
مِنَ السَّمَآءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ اْلأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيْمًا
تَذْرُوْهُ الرِّيَاحُ وَكَانَ اللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُّقْتَدِرًا. الْمَالُ
وَالْبَنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ
خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ أَمَلاً
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia
sebagai air hujan yang kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya
tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang
diterbangkan oleh angin. dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan (al-Kahfi:45-46).
Dalam QS. Al-Hadid ayat 20 Allah swt. berfirman:
اِعْلَمُوْا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى
اْلأَمْوَالِ وَاْلأَوْلاَدِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ،
ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًا، وَفِى اْلآخِرَةِ
عَذَابٌ شَدِيْدٌ وَّمْغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ، وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya, dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS. Al-Hadid:20).
Firman Allah swt. dalam QS. Fathir ayat 5
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللهِ
حَقٌّصلى فَلاَ تَغُرَّنَكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَاصلى
وَلاَ يَغُرَّنَّكُمُ بِاللهِ الْغَرُوْرُ
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali
janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan
yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah (QS. Fathir:5).
Rasulullah saw. bersabda:
وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ
النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِى النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقَالُ:
يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطٌّ؟ هَلَ مَرَّ بِكَ نَعِيْمٌ قَطٌّ؟
فَيَقُوْلُ: لاَ، وَاللهِ يَارَبِّ، وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فى
الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِى الْجَنَّةِ،
فَيُقَالُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطٌّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ
شِدَّةٌ قَطٌّ؟ لاَ، وَاللهِ مَامَرَّ بِيْ بُؤْسٌ قَطٌّ، وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً
قَطٌّ.
Dari Anas ra. dia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Aku dihadirkan
orang-orang yang paling nikmat di dunia dari penghuni neraka pada hari kiamat.
Lalu dia dicelup di neraka dengan satu kali celupan, kemudian ditanya, “hai
manusia apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah kamu pernah merasakan
kenikmatan? Maka ia menjawab, “Tidak pernah, demi Allah yang Rabbi.” Dan
Dihadirkan manusia yang paling menderita dulunya di dunia dari penghuni surga.
Lalu dia dicelupkan dengan satu kali celupan di dalam surga. Kemudian ditanya,
“Hai manusia pernahkah kamu melihat satu penderitaan? Pernahkah kamu merasakan
kesulitan?” Maka dia menjawab, “Tidak, demi Allah! Aku tidak merasakan
penderitaan sedikitpun dan aku tidak pernah melihat kesusahan sedikitpun.” HR.
Muslim).
وَعَنْ أَبِيْ الْعَبَّاسِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ
السَّاعِدِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ! دُلُّنِيْ عَلَى عَمَلٍ
إِذَا عَمِلْتَهُ فَحَبَّنِيَ اللهُ وَحَبَّنِيَ النَّاسُ! فَقَالَ: أُزْهُدْ فِى
الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ
النَّاسُ. حديث حسن رواه ابن ماجه وغيره بأسانيد حسنة
Dari Abu Abbas ra. Sahl bin Sa’ad as-Sa’idy ra., dia berkata: Datanglah
seorang laki-laki ke hadapan Rasulullah saw. dia berkata, “Wahai Rasulullah,
tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang apabila aku mengamalkannya, saya
dicintai oleh Allah dan dicintai oleh manusia?” Beliau bersabda, “Bersikap
zuhudlah di dunia pasti Allah akan mencintaimu, dan bersikap zuhudlah terhadap
apa yang ada di tangan manusia pasti kamu akan dicintai oleh manusia.” (Hadits
hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan rawi lain dengan sanad yang bagus).
Dari hadits di atas, terdapat dua bentuk zuhud, yaitu:
1.
Cinta
Akhirat Harus Zuhud terhadap Dunia
Pertanyaan yang diajukan oleh orang yang terdapat dalam hadits di atas
tidak diragukan lagi adalah suatu pertanyaan yang mempunyai tujuan yang tinggi,
yang akan mendatangkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia kepadanya. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dengan sabdanya, “Zuhudlah
terhadap dunia” yakni tinggalkanlah apa-apa yang ada di dunia yang tidak akan
memberikan manfaat kepadamu di akhirat. Dan hal ini jelas mengandung
konsekuensi akan adanya kecintaan terhadap akhirat. Karena sesungguhnya dunia
dan akhirat adalah dua hal yang saling berlawanan, apabila seseorang zuhud
kepada salah satunya maka berarti dia cinta kepada yang lainnya, yakni apabila
dia zuhud kepada dunia maka dia cinta kepada akhirat. Sebaliknya kalau tamak
kepada dunia berarti tidak cinta kepada akhirat. Zuhud itu mengharuskan
seseorang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalan-amalan akhirat dari
mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan serta
meninggalkan apa-apa yang tidak akan memberikan manfaat kepadanya di akhirat
dari perkara-perkara yang hanya akan menghabiskan waktunya saja dan tidak
mengandung manfaat sedikit pun.
2.
Zuhud
terhadap yang Dimiliki Manusia
Adapun amalan yang menyebabkan adanya kecintaan manusia, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Hendaklah engkau zuhud
terhadap apa-apa yang dimiliki oleh manusia.” Yaitu hendaklah kita tidak
meminta sesuatu pun kepada manusia -kecuali kalau memang butuh dan terpaksa-
dan janganlah memperlihatkan kerinduan/keinginan kita terhadap yang dimiliki
manusia, serta janganlah kita mengangkat pandangan (ta’ajjub) terhadap yang
dimiliki manusia. Jika demikian keadaannya yaitu kita menjadi orang yang jauh
dari keinginan terhadap yang dimiliki manusia maka ketika itu kita akan
dicintai manusia. Karena manusia itu apabila ada seseorang yang meminta sesuatu
yang dimilikinya maka hal ini memberatkan dia dan menjadikan dia merasa tidak
suka. Sehingga apabila kita jauh dari hal ini maka manusia pun akan mencintai
kita. Hakikat Dunia dan KerendahannyaDi dalam Al-Qur`an banyak sekali ayat-ayat
yang menerangkan akan hakikat dunia, kerendahannya, kefanaannya, dan hinanya,
dan Al-Qur`an juga menerangkan lawannya yaitu negeri akhirat, di mana akhirat
itu kekal dan lebih baik daripada dunia.Allah berfirman yang artinya,”Apa yang
di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.”
[An-Nahl:96].
HADITS KETIGA PULUH SATU
(h.arbain)
عَنْ
أَبِي الْعَبَّاس سَهْل بِنْ سَعْد السَّاعِدِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ياَ رَسُوْلَ
اللهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِي
النَّاسُ، فَقَالَ : ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا
عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ .
)حديث حسن
رواه ابن ماجة وغيره بأسانيد حسنة(
Terjemah hadits
Dari Abu Abbas
Sahl bin Sa’ad Assa’idi radhiallahuanhu dia berkata : Seseorang mendatangi
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata : Wahai
Rasulullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan
manusia akan mencintaiku, maka beliau bersabda: Zuhudlah terhadap dunia maka
engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia maka
engkau akan dicintai manusia.
(Hadits hasan
riwayat Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan) .
Pelajaran yang terdapat dalam hadits ini/ الفوائد
من الحديث
1.
Menuntut kecukupan
terhadap dunia adalah perkara wajib, sedang zuhud adalah tidak adanya
ketergantungan dan terpusatnya perhatian terhadapnya.
2.
Bersikap qanaah
terhadap rizki yang halal dan ridha terhadapnya serta bersikap ‘iffah dari
perbuatan haram dan hati-hati terhadap syubhat.
3.
Jiwa yang merasa
cukup dan iffah serta berkorban dengan harta dan jiwa di jalan Allah merupakan
hakekat zuhud.
0 komentar:
Post a Comment