header ads
WHAT'S NEW?
Loading...

Aliran-Aliran dalam Ilmu Kalam

Pada masa Nabi SAW dan para Khulafaurrasyidin, umat islam bersatu mereka satu akidah satu syariah dan satu Akhlaqul Karimah, kalau mereka ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan di antara mereka. Awal mula adanya perselisihan di picu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang yahudi) pada pemerintahan khalifah Utsman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali. Dan awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah ke-3 setelah wafatnya Rasulullah). Pada masa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat islam terus berlanjut. Umat islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak kemudian terjadilah perang jamal yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Ali dengan mu’awiyah. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai aliran di kalangan umat islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya jumlah aliran di kalangan umat islam menjadi banyak, seperti aliran syi’ah, khawarij, murji’ah, jabariyah, mu’tazilah dll.

a. Aliran Khawarij
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin Abi Thalib yang menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan persilisihan dan konfliknya dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur Syam, pada waktu perang siffin. Mereka tidak setuju, karena beralasan bahwa tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan Al-Quran adalah kafir. Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan menerimanya adalah kafir.
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil terbunuh di tangan mereka.

Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
1. Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir dan harus di bunuh.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang Jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan Zubair, dengan Ali bin Abi Thalib) dan para pelaku tahkim termasuk yang menerima dan membenarkannya di hukum kafir,
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
4. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila sudah memenuhi syarat-syarat.
5. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zalim.
6. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
7. Khalifah Ali dianggap menyeleweng setelah terjadi Tahkim.

b. Aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murji’ah yang berasal dari kata arja’a yang berarti menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang melatar belakangi kehadiran murji’ah antara lain adalah :
1. Adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan ali dan mengkafirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang siffin.
2. Adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
3. Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan.
Ajaran-ajaran pokok murji’ah dapat di simpulkan oleh Abu A’la Al-Maududi sebagai berikut: .
1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal merupakan suatu keharusan bagi adanya iman, jadi seseorang masih dianggap mukmin walaupun meninggalkan kewajibannya atau melakukan dosa besar,
2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama ada iman di hati, setiap maksiat tidak mendatangkan mudarat. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cuma dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam akidah tauhid.


c. Aliran Qadariyah
Dalam paham Qadariyah manusia di pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qada dan qadar (Muncul pada tahun70 H/689 M).
Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan keduanya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT. Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qur’an dan Hadits, bukan sebaliknya. Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan Al Dimasyqi. Kedua tokoh ini yang mempersoalkan tentang Qadar.
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul pokok-pokok ajaran qadariyah adalah:
a. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin, tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal.
b. Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang menciptakannya dan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
c. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seperti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zatnya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan melihat dengan zatnya sendiri.
d. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam Al-Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah. Dengan demikian paham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau keluar dari islam
d. Aliran Jabariyah
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini diduga telah ada sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebabkan mereka semata-mata tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya. Aliran ini di sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan Jahmiah.
Jaham bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di lakukannya. Allah SWT, telah mentakdirkan ats dirinya segala amal perbuatan yang mesti di kerjakannya, dan segala perbuatan itu adalah ciptaan Allah, sama seperti apa yang dia ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, jaham menafsirkan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala dan allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir Allah semata-mata dan berusaha pun tidak. Karena mereka telah berkeyakinan bahwa Allah telah mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu itu.
Di sisi lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau siksa karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.
Berkenaan dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin Shafwan adalah paham yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad Al-najjar dan Dirar Ibn ‘Amr.
Menurut Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik perbuatan itu positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan, mempunyai efek, sehingga manusia mampu melakukan perbuatan itu. Daya yang diperoleh untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau acquisition.
Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan manusia tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.

e. Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota Basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri atau bersikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Di sisi lain, yang melatar belakangi munculnya kedua Mu’tazilah di atas tidaklah sama dan tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah Dalam perkembangannya, Mu’tazilah pimpinan Washil bin Atha’ lah yang menjadi salah satu aliran teologi dalam islam.

f. Ahlussunah Wal- Jamaah
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah (I’tikad) nabi dan para sahabat beliau. Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagai mana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah. Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan maturidiyah, dua aliran yang menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.
a) Abu Al Hasan al Asy’ari
Pokok-pokok pemikirannya
• Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri di atas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
• Al-Qur’an, Menurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
• Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
• Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia diciptakan tuhan, bukan diciptakan oleh manusia itu sendiri.
• Keadilan Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
• Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat di akhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin

b) Abu manshur Al-Maturidi
Pokok-pokok pemikirannya :
• Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan Al Asy’ari
• Perbuatan Manusia. Menurutnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.
• Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
• Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
• Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
• Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.

Pokok ajran mu’tazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yang dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
a) Al Tauhid (ke esaan Allah)
b) Al ‘Adl (keadlilan tuhan)
c) Al Wa’ad wa al wa’id (janji dan ancaman)
d) Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
e) Amar mauruf dan Nahi mungkar.

Perbedaan Pendapat tentang Akal dan Wahyu antara mu’tazilah, asy-sya’ari dan maturidi)
Masalah pertama ialah soal mengetahui Tuhan, masalah kedua soal baik dan jahat. Masalah pertama bercabang dua menjadi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan (khusul ma’rifah Allah dan wujud ma’rifat Allah).
Kedua cabang dari masalah kedua ini adalah mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat (ma’rifah al-husn wa al-Qubh dan wujud i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-qabih yang juga disebut al-tahsin wa al-tawbih). Masing-masing aliran memberikan jawaban-jawaban yang berlainan.
Menurut golongan mu’tazilah bahwa mereka menyimpulkan bahwa dari keempat permasalahan di atas, semuanya dapat diketahui oleh akal. Golongan Asy’ariyah tidak sependapat. Dan mengatakan bahwa betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepadanya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh memperoleh hukuman.
Menurut al-Baghdadi akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, karena segala kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Al-Ghazali, seperti al-Asy’ari dan al-Baghdadi juga berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukan oleh wahyu.
Al-Maturidi, bertentangan dengan pendapat Asy’ariyah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah. Bahwa yang diwajibkan akal ialah perintah dan larangan bukan mengetahui mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, yang pada intinya bahwa akal hanyalah dapat mengetahui tiga persoalan pokok. Sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu. Ini juga sependapat dengan golongan Samarkand dan Bukhara. Walaupun demikian, sebagian dari golongan Bukhara berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui baik dan buruk dan sebenarnya mereka masuk dalam aliran Asy’ariyah dan Muturidiah.
Untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal. Muturidiah Samarkand memberikan daya kurang besar dari mu’tazilah, tetapi lebih besar dari pada Muturidiah. Diantara semua aliran itu, Asy’ariyahlah yang memberikan daya terkecil kepada akal.

0 komentar: