1. Kecerdasan
IQ atau kecerdasan intelektual adalah
suatu kecerdasan yang digunakan untuk memecahkan masalah strategi maupun
masalah logika, dan pengukuran IQ ini diawali oleh Sir Francis Galton
yang merupakan sepupu dari Charles Darwin. Menurut Galton, kecerdasan
itu merupakan hasil evolusi. Menurut Galton, kecerdasan seseorang itu
dipengaruhi oleh status sosial orang-orang yang mempunyai status sosial
yang lebih tinggi dianggap memiliki kecerdasan yang lebih tinggi
dibanding dengan orang yang berasal dari status sosial yang lebih
rendah, tetapi usaha yang dilakukan Galton ternyata gagal.
Pada tahun 1904, seorang ilmuwan
Perancis Alfred Binet juga meneliti tentang taraf kecerdasan manusia.
Binet bersama Theodore Simon beranggapan bahwa kecerdasan merupakan
kemampuan memecahkan persoalan yang dipengaruhi oleh usia seseorang dan
usia mental.[1]
Kemudian pada tahun 199, Daniel Goleman
menemukan istilah kecerdasan emosional, yaitu suatu kecerdasan yang
digunakan untuk menghadapi kesedihan dan kegembiraan secara tepat yang
memberi kita rasa empati, cinta dan motivasi. Dan bukunya Daniel Goleman
“Emotional Intelligence” diungkapkan ciri-ciri orang yang
mempunyai sifat atau kualitas pribadi, diantaranya:
a. Dapat
memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi
b. Dapat mengendalikan impuls diri dan menunda pemuasan
c. Dapat mengatur dan memantau suasana hati serta
menjaga agar kesulitan tidak melemahkan kemampuan berfikir.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional (EQ) merupakan prasyarat
dasar untuk menggunakan kecerdasan intelektual (IQ) secara efektif.
Akhir abad
ke-20, serangkaian data ilmiah terbaru, menunjukkan adanya kecerdasan
jenis ketiga, yaitu kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual ini
dipopulerkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall. Menurut Danah Zohar dan
Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku,
dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah landasan
untuk mengaktifkan IQ dan EQ secara efektif.
2. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki
Kecerdasan Spiritual yang Berkembang
Seperti yang
dikemukakan di atas, bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan
untuk menghadapi persoalan makna dan nilai dan ciri-ciri orang yang
memiliki kecerdasan spiritual (SQ) yang telah berkembang adalah sebagai
berikut:[3]
a. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan
dan aktif)
b. Tingkat kesadaran yang tinggi
c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan
penderitaan
d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan
nilai-nilai
f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak
perlu
g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara
berbagai hal
h. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau
“bagaimana jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.[4]
i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai
“bidang mandiri” yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.
Seseorang yang
mempunyai tingkat kecerdasan spiritual (SQ) tinggi cenderung menjadi
seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang
bertanggungjawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih kepada orang
lain dan memberikan petunjuk penggunaannya. Dengan kata lain seseorang
yang memberi inspirasi kepada orang lain.
Tindakan atau
langkah seseorang yang memiliki SQ yang tinggi adalah langkah atau
tindakan yang mereka ambil menyiratkan seperti apa dunia yang mereka
inginkan ini adalah perjalanan dari pengertian (awareness) menuju
kesadaran (consciousness).
Sogyal
Rinpoche mengatakan dalam The Tibet an Book of Living and Dying,
“Spiritualitas sejati adalah menjadi sadar bahwa bila kita saling
tergantung dengan segala sesuatu dan semua orang lain, bahkan pikiran,
kata dan tindakan yang paling kecil dan tak penting memiliki konsekuensi
nyata di seluruh alam semesta”.
Semua individu
SQ yang tahu mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan, selalu
bertindak dari misi yang sama, untuk membawa tingkat-tingkat baru
kecerdasan dalam dunia.[5]
3. Manfaat dari Kecerdasan Spiritual
Dari penelitian Deacon, menunjukkan
bahwa kita membutuhkan perkembangan otak di bagian frontal lobe supaya kita
bisa menggunakan bahasa. Perkembangan pada bagian ini memungkinkan kita
menjadi kreatif, visioner dan fleksibel. Kecerdasan spiritual ini
digunakan pada saat:
a. Kita
berhadapan dengan masalah eksistensi seperti pada saat kita merasa
terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu
kita sebagai akibat penyakit dan kesedihan.
b. Kita sadar
bahwa kita mempunyai masalah eksistensi dan membuat kita mampu
menanganinya atau sekurang-kurangnya kita berdamai dengan masalah
tersebut. Kecerdasan spiritual memberi kita suatu rasa yang menyangkut
perjuangan hidup.
SQ adalah inti dari kesadaran kita.
Kecerdasan spiritual ini membuat orang mampu menyadari siapa dirinya dan
bagaimana orang memberi makna terhadap kehidupan kita dan seluruh dunia
kita.
Orang membutuhkan perkembangan
“kecerdasan spiritual (SQ)” untuk mencapai perkembangan diri yang lebih
utuh.[6]
[1] Monty P. Satiadarma, Fidelis E. Waruwu, Mendidik
Kecerdasan, Pustaka Populer Obor, Jakarta, 2003, hlm. 3.
[2] Richard A.
Bowell, The 7 Steps of Spiritual Quotient, PT. Buana
Ilmu Populer, Jakarta , 2006,
hlm. 8.
[3] Danah
Zohar dan Ian Marshall, SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan, Mizan,
Bandung, 2002, hlm. 3.
0 komentar:
Post a Comment