Nabi Ayyub a.s.
adalah keturunan Nabi Ibrahim a.s. Beliau tinggal di Syam, sekarang Syiria.
Nabi yang satu ini sangat dikenal dengan sifat sabar yang tiada bandingnya.
Sepanjang masa, jarang ditemukan orang yang mampu bertahan dalam ketabahan,
setelah diterpa cobaan dan ujian seberat yang diberikan kepada Nabi Ayyub a.s.
Ayyub adalah
anak keluarga kaya raya. Tanah pertaniannya Iuas, ternaknya melimpah ruah.
Namun, meski bergeli mang kekayaan, Ayyub tetap menjadi hamba yang taat kepada
Allah. Ibadah tak pernah bolong, kepada sesama gemar menolong. Kekayaan yang
banyak itu tak cuma dipakai untuk diri dan keluarganya, namun juga untuk
menolong siapa pun yang memerlukan pertolongan.
Semua orang
mengakui, Ayyub adalah orang yang sangat saleh. Terutama sikap gemar
menolongnya itulah yang membuat kesalehan Ayyub sangat terasa manfaatnya bagi
masyarakat di sekitarnya.
Bahkan, tak
hanya manusia yang mengagumi kesalehan Ayyub. Menurut riwayat, para malaikat
pernah berbincang-bincang. Mereka membicarakan tentang orang yang paling saleh
di muka bumi.
"Si
Anu-lah yang paling saleh. la bersembahyang terus, sejak muda sampai tua,"
kata malaikat pertama.
"Masa sih,
orang kayak gitu kau bilang saleh? Dia kan malas bekerja! Seharian
bersembahyang terus isinya. Dia juga tidak bergaul dengan tetangga. Allah kan
tidak suka cara bertakwa seperti itu?"
"lya ya.
Lalu siapa yang paling saleh dong?"
"Si Itu,
mungkin. Dia tekun sembahyang dan ringan hati membantu orang."
"Waah,
kalau dia sih bukan saleh namanya. Tapi riya, pamer! Coba lihat, berapa kali
dia memamerkan dan mengungkit-ungkit pertolongannya kepada orang lain?"
"Hmmm...
iya juga. Atau... Si Ayyub? Bagaimana dengan dia?"
"Nhaa...
itu baru orang saleh... Saat ini mah, tak ada yang bisa menandingi
kesalehan Ayyub.."
Ternyata,
pendapat terakhir itu disetujui oleh semua malaikat.
Namun,
ternyata ada sepasang telinga yang diam-diam mendengar perbincangan para
malaikat itu. Itulah telinga setan. Setan, yang memang selalu berusaha agar
anak cucu Adam masuk neraka, merasa geram.
"lni
tidak boleh dibiarkan! Hams kubuktikan bahwa Ayyub tak beda dengan
manusia-manusia lainnya!" gerundel setan. Maka, setan meminta izin kepada
Allah untuk menggoda Ayyub. Setan beralasan bahwa sebenarnya ibadah Ayyub
hanyalah dilandasi kecintaan kepada harta bendanya.
Setan
pun beraksi. Di menjalankan rencananya untuk menggoda Ayyub, agar meninggalkan
keimanan kepada Allah.
Pada
langkah pertama, setan dengan perkenan Allah menghancurkan kekayaan Ayyub.
Wabah penyakit hewan didatangkan, sehingga
ribuan ternak Ayyub
mati. Begitu pula dengan penyakit tanaman serta air yang sulit didapat,
sehingga menyebabkan ladang dan
kebun Ayyub meranggas.
Ayyub pun jatuh
miskin, la tak lagi memiliki apa-apa. Kekayaannya yang dulu tak tertandingi,
kini musnah sudah. Lebih mengenaskan lagi, akibat Ayyub jatuh miskin, dua
istrinya pergi meninggalkannya. Lengkap sudah derita Ayyub. Beruntung, masih
ada satu istri yang setia, bernama Rahman.
Dengan keadaan
seperti itu, setan berharap agar Ayyub kehilangan rasa syukurnya kepada Allah.
Namun setan
salah duga. Ayyub, dengan jubah kumalnya, menyeru Allah dalam doanya.
"Wahai Allah... Sungguh, Engkau berkuasa atas segala sesuatu. Engkaulah
pemilik ini semua, bahkan pemilik jiwaku. Jika Engkau berkehendak mengambil ini
semua, itu hak-Mu semata-mata. Segala puji bagi-Mu atas segala nikmat yang
telah Kau berikan."
Setan merengut.
la kecewa sekali, ternyata keimanan Ayyub tidak bergeser sejengkal pun. Setan
pun mendapat ide baru. "Rasa syukur dan kesabaran Ayyub yang demikian
besar masih ada karena ia masih memiliki anak-anaknya. Pasti imannya akan
tergoncang kalau anak-anaknya ikut lenyap bersama hartanya."
Kemudian, setan
menggoncang-goncang rumah Ayyub, tempat tinggal anak-anak Ayyub. Rumah itu
runtuh, anak-anak Ayyub terbunuh. Ayyub, sebagai seorang ayah yang normal,
menangis sedih karena kematian anak-anaknya.
Dalam keadaan
seperti itu, setan datang. la menyamar dalam wujud seorang laki-laki.
Menghampiri Ayyub, setan berkata,
"Wahai
Ayyub, malang nian nasibmu. Kemarin hartamu ludes tak bersisa. Kau jatuh
melarat. Sekarang, anak-anakmu mati semua. Menurutku, Allah tidak suka
kepadamu. Jadi sia-sia saja kau beribadah dan menolong orang lain selama
ini."
Tetap dengan
wajah tenang meski di matanya air masih menggenang, Ayyub menjawab,
"Allah
berhak memberi, Allah berhak mengambil. Maka pujian selalu untuk-Nya. Saat Dia
memberi, saat Dia mengambil. Saat Dia murka, saat Dia rida. Saat Dia mendatangkan
manfaat, saat Dia mendatangkan mudarat."
Untuk kali
kedua, setan tercengang. la malu dan merasa kalah. Namun demikian, bukan setan
namanya kalau kehabisan akal. Masih ada kesempatan lain baginya untuk
meruntuhkan keimanan Ayyub. Nah, ide yang muncul kemudian tak kalah sadis.
Ayyub akan dibuat sakit. Penyakitnya pun bukan penyakit sembarangan, namun
penyakit yang akan membuat semua orang merasa jijik kepada Ayyub.
Setan
menjalankan rencana ketiga. Bersama anak buahnya, ia mendatangi Ayyub,
menghujaninya dengan bibit penyakit kulit. Tak berapa lama kemudian, kulit
Ayyub mulai terasa gatal-gatal. Kulit yang gatal berair itu lama-lama
menimbulkan nanah, dan akhirnya sekujur tubuh Ayyub penuh dengan luka-luka
bernanah yang bau dan menjijikkan. Setiap orang yang berdekatan dengannya pasti
tak kuasa menghirup nafas. Mereka akan pergi menghindari Ayyub. Ayyub pun
dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya.
Untunglah,
Rahman istri tercinta Ayyub merawatnya dengan sangat telaten dan setia.
Sehingga, dalam keadaan sedemikian pun bibir Ayyub masih tak henti-hentinya
mengucap syukur kepada Allah.
Setan semakin
geram. "Cile bener tuh si Ayyub. Masa sudah benar-benar sengsara
seperti itu masih saja bersyukur? Apanya yang disyukuri? Lihat saja, itu tak
akan berlangsung lama lagi."
Setan segera
datang kepada Rahmah. Kepada istri Ayyub itu, ia membujuk, mengungkit-ungkit
kebahagiaan masa lalu Ayyub dan Rahmah, serta kekayaan mereka yang melimpah.
Sebaliknya, setan juga menunjukkan bahwa kehidupan mereka saat ini benar-benar
menyedihkan.
Termakan rayuan
setan, Rahmah menemui suaminya. la mengeluhkan keadaan mereka sekarang,
kemelaratan, serta derita penyakit yang dialami Ayyub.
"Suamiku,
sampai kapan Allah akan menimpakan ini semua? Kenapa engkau tidak memohon
kepada Allah agar kita segera lepas dari nestapa ini? Agar kita segera kembali
ke hidup yang seperti dulu? Serba berkecukupan, harta banyak, anak-anak
sehat..," demikian Rahmah berkata dengan nada memohon.
Ayyub menatap
lekat mata istrinya. Wajahnya menunjukkan amarah. la segera menjawab ratapan
istrinya dengan keras,
"Hei
Rahmah! Ingatkah kau, berapa lama kita hidup bahagia serba berlimpah
harta??"
"Delapan
puluh tahun," jawab Rahmah.
"Lantas,
berapa lama kita diterpa kemelaratan dan kesengsaraan ini?"
Rahmah tampak
tercenung sesaat, lalu kembali menjawab pertanyaan suaminya. "Tujuh
tahun."
"Nan!"
sahut Ayyub segera. "Bandingkan saja, derita yang kita rasakan ini belum
apa-apa jika kita mengingat karunia Allah yang sedemikian besar kepada
kita, Rahmah!
Aku malu kepada Allah jika harus mengadukan ini semua!"
"Tapi
suamiku..."
"Tapi
apa??!!" suara Ayyub meninggi. "Sudahlah Rahmah! Kalau kau memang
tidak tahan menanggung derita bersamaku, pergi saja! Kau telah termakan bujuk
rayu setan! Pergi saja sana! Tapi jika kau kembali, aku akan memukulmu seratus
kali!"
Ayyub berpaling
dari istrinya. Wajah Rahmah memerah. Tersinggung dengan perkataan Ayyub,
sekaligus memang telah jenuh dengan penderitaan mereka, Rahmah segera angkat
kaki. la pergi. Meninggalkan suaminya tercinta, yang telah puluhan tahun
bersamanya.
Sungguh, Ayyub
lelaki yang tabah dan teguh. Bahkan hingga beberapa waktu semenjak kepergian
istri terkasihnya pun, tak ada satu kata keluhan keluar dari mulutnya. Yang
senantiasa meluncur dari lisannya adalah ungkapan rasa syukur kepada Allah. Ya,
meski derita tak henti menyakitinya, ia menyadari, nikmat Allah sungguh jauh
lebih besar.
Allah melihat
ketabahan Ayyub. Allah melihat bahwa Ayyub telah lulus dari ujian-Nya. Diiringi
dengan wajah cemberut setan yang merasa kalah telak, Allah memutuskan untuk
segera mengakhiri ujian tersebut. Maka, Allah berfirman kepada Ayyub,
Hentakkanlah
kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum. (Q.S.Sad
[38]: 42).
Maka,
Ayyub pun melaksanakan apa yang menjadi petunjuk Allah, la menghentakkan
kakinya ke tanah. Air memancar, dan Ayyub membasuh tubuhnya dengan air itu.
Hanya dalam beberapa detik saja, luka-luka bernanah di tubuh Ayyub mengering,
terkelupas, lalu rontok satu per satu. Kulit Ayyub kembali mulus dan kencang,
seperti kulit seorang lelaki muda.
Sementara itu,
Rahmah duduk tepekur. la merasa sangat kesepian. "Bagaimanapun Ayyub
suamiku," begitu hatinya berkata. Ya, Rahmah mulai menyadari kesalahannya.
la teringat akan nasihat suaminya untuk selalu bersyukur kepada Allah, apa pun
yang terjadi pada diri mereka.
Lambat laun,
Rahmah merasakan kerinduan yang amat sangat kepada Ayyub. la menangis. Tak
berapa lama kemudian, tekadnya membulat, untuk kembali kepada suaminya.
"Entah apa tanggapannya nanti," batin Rahmah.
Rahmah
melangkah mantap. Beberapa hari ia berjalan, untuk kembali kepada Ayyub
suaminya.
"Aku
mencari Ayyub," katanya, saat seseorang membukakan pintu untuknya. Rahmah
heran, sebab yang membukakan pintu rumah Ayyub bukanlah suaminya, melainkan
seorang lelaki tampan.
"Kau...
Rahmah?" tanya lelaki itu.
"Betul,
Anda siapa?"
"Mau apa
kau kemari?"
"Saya
ingin kembali kepada Ayyub, suami saya," jawab Rahmah dengan nada tidak
senang karena pertanyaan-pertanyaan si lelaki.
Beberapa detik
kemudian, barulah Rahmah sadar bawa pria tampan di hadapannya itu tak lain
adalah suaminya sendiri. Maka, meledaklah tangisnya. Ayyub, yang juga telah
lama merindukannya, tak kuasa juga menahan perasaannya. Mereka berangkulan,
menangis bersama.
Namun,
tiba-tiba Ayyub teringat dengan sumpah yang pernah diucapkannya, yakni untuk
memukul Rahmah seratus kali jika istrinya itu kembali kepadanya. Ayyub pun
bingung.
Di satu sisi ia
wajib melaksanakan sumpahnya, di sisi lain ia sangat menyayangi dan merasa
kasihan kepada istri yang pernah diusimya. Melihat kebingungan Ayyub, Allah
Yang Maha Pengasih berfirman kepadanya,
Dan
ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah
engkau melanggar sumpah... (Q.S. Sad: 42).
Maka,
Ayyub a.s. pun mengumpulkan seratus batang rumput. Dengan seikat rumput
tersebut, Ayyub memukul istrinya dengan sekali pukulan. Sehingga, Ayyub tetap
memenuhi sumpahnya, tanpa hams menyakiti istrinya.
Akhirnya, Ayyub
hidup berbahagia bersama Rahmah. Mereka kembali dianugerahi kekayaan
sebagaimana yang telah pernah mereka dapatkan, juga mendapatkan banyak sekali
anak dan cucu.
Demikianlah
kisah Nabi Ayyub a.s. sang penyabar. Sikap sabarnya menjadi panutan umat
manusia. Sampai-sampai terasa pas di telinga jika ada orang mengatakan,
"Si Anu sangat sabar, bagaikan Ayyub." Bahkan tak hanya manusia,
Allah swt. sendiri mengakui dengan jelas dalam firman-Nya:
...Sesungguhnya
Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh,
dia sangat taat (kepada Allah). (Q.S. Sad: 42).
0 komentar:
Post a Comment