BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan memperhatikan semangat syariat islam, maka di antara
pengertian itu ada yang kurang tepat. Islam tidak mengharuskan manusia menolak
kesenangan sama sekali dan tidak mengharuskan hidup menderita. Apabila nikmat
itu diberikan oleh Allah maka hendaknya diterima dengan segala kesyukuran,
tidak rakus dan tidak meremehkannya.
Zuhud adalah hikmah pemahaman yang membuat para kita mempunyai
pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi, dimana tetap bekerja dan berusaha
akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hati serta
tidak membuat mengingkari Allah. Zuhud ditimba dari Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan
para sahabatnya.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting
dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang yang zuhud
lebih mengutamakan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi dari pada mengejar
kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari
isyarat Al-Qur’an yang artinya sebagai berikut: “Katakanlah kesenangan dunia
hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan
kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (Qs. An-Nisa’: 77)
Dengan zuhud mereka tidak diperbudak oleh harta, kekuasaan
ataupun hawa nafsu. Sehingga dengan begitu mereka bisa mewujudkan keadilan
sosial dalam bentuknya yang luhur. Karena itu zuhud adalah suatu metode
kehidupan dan tonggak-tonggaknya adalah mengurangi nikmat kelezatan hidup dan
berpaling dari keterpesonaan terhadap kelezatan itu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah Yang Dimaksud
Dengan Zuhud?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Signifikansi
Zuhud
2.
Untuk Mengenal Tanda-Tanda
Orang Zuhud
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Hadits Tentang
Zuhud
وَعَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: ( جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ
أَحَبَّنِي اَللَّهُ وَأَحَبَّنِي اَلنَّاسُ. فـقَالَ: اِزْهَدْ فِي اَلدُّنْيَا
يُحِبُّكَ اَللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ اَلنَّاسِ يُحِبُّكَ اَلنَّاسُ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَه وَسَنَدُهُ حَسَنٌ(
Sahal Ibnu Sa'ad
Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seseorang menghadap Nabi sa. dan berkata:
Tunjukkan kepadaku suatu perbuatan yang bila aku melakukannya aku disukai Allah
dan manusia. Beliau bersabda: Zuhudlah dari dunia Allah akan mencintaimu dan
Zuhudlah dari apa yang dimiliki orang mereka akan mencintaimu. (Riwayat Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan.)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي
الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الدُّنْيَا سِجْنُ
الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
Telah menceritakan
kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abdulaziz Ad
Darawardi dari Al Ala` dari ayahnya dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: Dunia penjara orang mu`min dan surga
orang kafir. (HR. Muslim)
و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا أَبُو
مُعَاوِيَةَ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ
لَهُ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ
أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: انْظُرُوا إِلَى مَنْ
أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ
أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ قَالَ
أَبُو مُعَاوِيَةَ عَلَيْكُمْ
Telah menceritakan kepadaku
Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir. Telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah. Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah teks miliknya, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki' dari Al A'masy dari Abu Shalih
dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang ada di
atas kalian, itu lebih laik membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah." (HR. Muslim)
عَنْ
أَبِي الْعَبَّاس سَهْل بِنْ سَعْد السَّاعِدِي رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ : جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ياَ رَسُوْلَ
اللهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِي
النَّاسُ، فَقَالَ : ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبُّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا
عِنْدَ النَّاسِ يُحِبُّكَ النَّاسُ )حديث حسن رواه ابن ماجة وغيره بأسانيد حسنة(
Dari Abu Abbas
Sahl bin Sa’ad Assa’idi radhiallahuanhu dia berkata : Seseorang mendatangi
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau berkata : Wahai
Rasulullah, tunjukkan kepadaku sebuah amalan yang jika aku kerjakan, Allah dan
manusia akan mencintaiku, maka beliau bersabda: Zuhudlah terhadap dunia maka
engkau akan dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia maka
engkau akan dicintai manusia. (Hadits hasan riwayat
Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad hasan).
Pelajaran
yang dapat diambil disini, yaitu:
1.
Zuhud bukanlah
mengharamkan dunia yang halal dan tidak mau dunia, akan tetapi percaya terhadap
apa-apa yang di sisi Allah melebihi apa-apa yang disisi kita. Termasuk orang
zuhud apabila menggunakan dunia ini (kekuasaan) menjadi rahmatal lil’alamin.
2.
Menuntut kecukupan
terhadap dunia adalah perkara wajib, sedang zuhud adalah tidak adanya
ketergantungan dan terpusatnya perhatian terhadapnya.
3.
Bersikap qanaah
terhadap rizki yang halal dan ridha terhadapnya serta bersikap ‘iffah dari
perbuatan haram dan hati-hati terhadap syubhat.
4.
Jiwa yang merasa
cukup dan iffah serta berkorban dengan harta dan jiwa di jalan Allah merupakan
hakikat zuhud.
5.
Kerja Keras dan
Persiapan Akhirat, Zuhud yang ditujukan Rasulullah bukanlah manifestasi dari
pada kemalasan dan pengangguran. Beliau rajin bekerja tetapi hasil kerjanya
tidak dinikmatinya sendiri melainkan diambil seperlunya selainya
didistribusikan untuk kepentingan umat. Dengan demikian hidup zuhud yang
dikehendaki syariat bukanlah pengangguran dan kemalasan berusaha. Syariat
mendorong umat islam supaya rajin bekerja dan banyak berproduksi
B.
Zuhud dan
Pandangan Ulama tentang Zuhud
Dari segi bahasa, kata zuhud, lawan kata dari al-ragbah
(keinginan) dan al-hirsh (rakus) terhadap dunia. Zuhud juga berarti qalil
al-mal (sedikit harta). Juga bisa berarti sempit, seperti ungkapan zahid al-ard
artinya tanah yang sempit sehingga air tidak bisa keluar banyak . ini berarti
zuhud adalah ketika menyedikitkan keinginan terhadap harta atau materi, dan
menyempitkan diri dengan pembatasan gerak dari urusan-urusan dunia.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa terminologi zuhud
hanyalah ungkapan ulama saja. Maka melacak akar kesejarahan awal munculnya bisa
dikaitkan dengan kemuncul aliran tasawwuf. Itulah sebabnya prilaku zuhud
merupakan amalan khas kaum sufi. Boleh jadi terminologi zuhud dimunculkan
sebagai respon reaktif ulama-ulama sufi terhadap prilaku sebagian umat Islam
yang telah banyak menyita waktunya dengan urusan dan perkembangan duniawi.
Dari aspek theologis, bisa jadi terminologis zuhud tersebut
dimunculkan sebagai hujjah-hujjah untuk “melawan” kelompok Islam rasional yang
memiliki perhatian tinggi terhadap kemajuan dunia dengan segala aspek
keindahannya. Pada akhirnya terminologi zuhud sebagai legitimasi agama kaum
sufi. Sebagai upaya memperkuat legitimasinya, ia menyediakan isnad hadits yang
kembali kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti sahabat dan Nabi saw.
Ada banyak pendapat ulama tentang zuhud dan tanda-tandanya.
Abu Sulaiman berkata; orang zuhud adalah orang yang tidak membenci dunia dan
tidak memujinya, tetapi juga tidak melihatnya. Tidak bergembira jika dunia
menghampirinya, dan tidak bersedih karena dunia meninggalkannya . Wahab bin
al-Warid juga memiliki pandangan yang sama, bahwa zuhud adalah ketika tidak
menyesali diri dengan sesuatu yang hilang, dan tidak bergembira dengan sesuatu
yang datang. Al-Zuhry melihat dari sisi lain, bahwa ketika ia tidak dikuasai
oleh keharaman tetap sabar, dan ketika tidak disibukkan dengan sesuatu yang
halal ia tetap bersyukur. Adapun Sofyan al-Tsaury dan Ahmad memaknai zuhud
dengan pendek angan-angan .
Menurut Al-Gazali, zuhud itu bukan berarti meninggalkan
harta, sebagaimana yang banyak dikira oleh banyak orang. Karena meninggalkan
harta dan menampakkan hidup prihatin sangat mudah bagi orang yang mencintai
pujian sebagi orang zuhud . Inti zuhud menurutnya adalah kedermawanan. Sebab
orang yang cinta kepada sesuatu, ia akan mempertahankannya. Maka tidaklah
seseorang bisa berpisah dari dunia (materi) kecuali jika dunia itu telah berubah
menjadi sesuatu yang kecil di matanya.
Bisyr Al-Hafi berpendapat, zuhud ibarat benda milik yang
tidak memperoleh tempat kecuali di hati yang suci. Muhammad bin Asy’ats
Al-Bikindi berkata, Barang siapa yang membahas zuhud dan memberikan peringatan
tetapi dia mencintai harta mereka, maka cintanya terhadap akhirat akan
dihilangkan oleh Allah SWT dari hatinya”.
Apa yang diungkapkan ulama tersebut menunjukkan adanya
pemahaman yang berbeda di kalangan ulama dalam memaknai zuhud itu sendiri.
Sebab itu sangat sulit menarik satu terminologi zuhud yang bisa disepakati
bersama. Ini menunjukkan bahwa zuhud bukanlah praktek agama yang telah
diajarkan Nabi saw. kepada sahabatnya. Dari beragamnya pendapat, zahid (orang
yang zuhud) dapat di bagi menjadi dua kelompok; kelompok konservatif dan
kelompok moderat. Kelompok konservatif adalah orang-orang yang mengasingkan
diri dari dunia dan tidak memiliki angan-angan panjang terhadap dunia dan
segala kemegahannya. Sedangkan kelompok moderat, yang berpandangan bahwa zuhud
itu, ketika tidak menjatuhkan diri dalam kecintaan duniawi, sehingga pada saat
mendapatkan harta, dengan segera didermawakannya sebagai upaya melepaskan diri
dari lilitan dunia.
C.
Tanda-Tanda Orang
Zuhud
Imam Al-Ghazali menyebutkan ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu:
pertama, tidak bergembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal
yang hilang. Kedua, sama saja di sisinya orang yang mencela dan mencacinya,
baik terkait dengan harta maupun kedudukan. Ketiga, hendaknya senantiasa
bersama Allah dan hatinya lebih didominasi oleh lezatnya ketaatan. Karena hati
tidak dapat terbebas dari kecintaan. Apakah cinta Allah atau cinta dunia. Dan
keduanya tidak dapat bersatu.
Jadi, tanda zuhud adalah tidak ada perbedaan antara
kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan karena
adanya dominasi kedekatan kepada Allah.
Yahya bin Yazid berkata, ”Tanda zuhud ada dermawan dengan
apa yang ada.” Imam Ahmad bin Hambal dan Sufyan r.a. berkata, ”Tanda zuhud
adalah pendeknya angan-angan.”
Kehidupan zuhud ini dicontoh oleh para sahabatnya: Abu
Bakar, Umar, Utsman bin Affan, dan Abdurrahman bin Auf. Mereka adalah beberapa
sahabat yang kaya raya, tetapi tidak mengambil semua harta kekayaannya untuk
diri sendiri dan keluarganya. Sebagian besar harta mereka habis untuk dakwah,
jihad, dan menolong orang-orang beriman. Mereka adalah tokoh pemimpin dunia
yang dunia ada dalam genggamannya, namun tidak tertipu oleh dunia. Bahkan,
mereka lebih mementingkan kehidupan akhirat dengan segala kenikmatannya. Abu
Bakar berkata, ”Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.”
Suatu saat Ibnu Umar mendengar seseorang bertanya, ”Dimana
orang-orang yang zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat?” Lalu Ibnu Umar
menunjukkan kuburan Rasulullah saw., Abu Bakar, dan Umar, seraya balik
bertanya, ”Bukankah kalian bertanya tentang mereka?”
Abu Sulaiman berkata, ”Utsman bin ‘Affan dan Abdurrahman
bin Auf adalah dua gudang harta dari sekian banyak gudang harta Allah yang ada
di bumi. Keduanya menginfakkan harta tersebut dalam rangka mentaati Allah, dan
bersiap menuju Allah dengan hati dan ilmunya.”
Dengan demikian hanya orang yang berimanlah yang dapat
memakmurkan bumi dan memimpin dunia dengan baik, karena mereka tidak
menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Demikianlah cara umat Islam memimpin
dunia, mulai dari Rasulullah saw., khulafaur rasyidin sampai pemimpin
berikutnya. Pemerintahan Islam berhasil menghadirkan keamanan, perdamaian,
keadilan, dan kesejahteraan. Peradaban dibangun atas dasar keimanan dan moral.
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, salah satu pemimpin yang paling
zuhud, masyarakat merasakan ketentraman, kesejahteraan, dan keberkahan. Tidak
ada lagi orang yang miskin yang meminta-minta, karena kebutuhannya sudah
tercukupi.
D.
Munasabah
Nash (Kolerasi)
Ada beberapa ayat al-Quran yang menjadi dasar utama bagi
orang yang menzuhudkan dirinya dengan dunia. Antara lain ;
Allah berfirman
dalam Qs. Ali Imran/3 : 185
وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Kehidupan dunia
itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Dalam Qs. Luqman/31
:33
فَلَا
تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ
Maka janganlah
sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu
(syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.
Dalam Qs.
Al-An’am/6 :32
وَمَا
الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الْآَخِرَةُ خَيْرٌ
لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ...
Dan Tiadalah
kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belakadan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari sini dapat disimpulkan bahwa inti dari seluruh
pendapat dan tanda-tanda zuhud yang dikemukan adalah upaya membangun keyakinan
kepada Allah swt dan cinta kepada-Nya di atas segalanya, dan tidak menduakan
dirinya-Nya dengan apa pun dari ciptaan-Nya. Itulah sebabnya dunia (materi)
menjadi titik sentral persoalannya. Bahwa sekecil apa pun cinta terhadap dunia
terbangun dalam hati, akan mempengaruhi kualitas cinta kepada Allah swt. Maka
zuhudlah sebagai maqam (pos) dalam thariqah menuju Allah, yang mampu menundukkan
dunia untuk tidak mampir dalam hati.
Zuhud bukanlah mengharamkan dunia yang halal dan tidak mau
dunia, akan tetapi percaya terhadap apa-apa yang di sisi Allah melebihi apa-apa
yang disisi kita. Menuntut kecukupan terhadap dunia adalah perkara wajib,
sedang zuhud adalah tidak adanya ketergantungan dan terpusatnya perhatian
terhadapnya
Cinta kepada Allah, justru tidak boleh menepiskan hati dari
dunia. Bahkan kekhusyu’an dalam ibadah tidak bisa dipisahkan dari aspek materi.
Sesungguhnya posisi materi, kekayaan dengan kepapaan dan jauh dari materi
adalah dua hal yang sama dalam Islam. Sama-sama orang bisa masuk syurga
karenanya. Karena kemiskinan orang bisa masuk syurga dan karena kekayaan materi
orang juga bisa masuk syurga.
Ada 3 tanda-tanda zuhud, yaitu: pertama, tidak bergembira
dengan apa yang ada dan tidak bersedih karena hal yang hilang. Kedua, sama saja
di sisinya orang yang mencela dan mencacinya, baik terkait dengan harta maupun
kedudukan. Ketiga, hendaknya senantiasa bersama Allah dan hatinya lebih
didominasi oleh lezatnya ketaatan. Karena hati tidak dapat terbebas dari
kecintaan. Apakah cinta Allah atau cinta dunia. Dan keduanya tidak dapat
bersatu.
0 komentar:
Post a Comment